:: see more gadget at the bottom of the page ::

Monday, February 09, 2009

Berobat ke negeri lain or Indonesia saja?

Sebenarnya udah pengen bikin postingan ini sejak beberapa waktu lalu, tapi kepending terus.

Kebetulan, waktu itu baca berita soal meninggalnya Ibunda dari salah seorang yang sedang mencalonkan diri untuk menjadi the next President in Indonesia di harian Kompas. Di akhir berita ada comment yang mempertanyakan rasa nasionalisme keluarga tsb yang membawa ibunya berobat ke Singapore. "Kenapa gak di Indonesia saja?"

Kalo boleh berpendapat, terserah orang donk mau berobat dimana kalau memang dia punya kemampuan secara finansial untuk berobat ke negara lain yang secara medis peralatan dan pengetahuannya lebih maju daripada Indonesia. Itu pertama, dan yang kedua, bagaimana kalau pertanyaannya dibalik? Apakah instansi rumah sakit / dokter-dokter di Indonesia mempunyai rasa nasionalisme yang sama pada saat menangani pasien-pasiennya yang secara notabene adalah saudara sebangsa setanah air dengan mereka?

Berkaca pada pengalaman pribadi, kayaknya kalau punya uang lebih mending berobat ke negara lain deh yang sudah diakui kemampuan dan keprofesionalannya menangani para pasien. Bagaimana tidak? Suamiku 2 tahun lalu dirawat di ruang VIP di sebuah rumah sakit daerah Menteng, yang tarifnya Rp 1jt/malam. Bukannya mau nyombong sebutin nominalnya disini, tapi bener2 deh keterlaluan, tarif kamar yang diberikan gak sesuai dengan luas ruang kamar, rumah sakit dan pelayanan yang diberikan. Bukannya membuat tenang pasien, suster dan pegawai administrasi malah bolak balik masuk kamar suamiku hanya untuk minta tanda tangan surat pernyataan mau membayar obat dengan jumlah sekian dan biaya2 lain yang seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi kepada pasien. Akhirnya, karena stress dan gak bisa istirahat suamiku langsung minta keluar dari rumah sakit padahal baru dirawat 1 malam 2 hari dan dalam kondisi masih agak keleyengan karena baru selesai diendoskopi.

Pengalaman lain ketika membawa papi kami dirawat di sebuah rumah sakit di Bandung. Supaya papi nyaman, kami meminta kamar VIP. Tapi, lagi-lagi sikap tidak profesional diperlihatkan oleh suster dan dokter. Padahal ruang perawatan ayah kami di ruang VIP! Dan salah seorang keluarga sudah 'menitipkan' ayah kami pada seorang dokter kenalan yang berpraktek disana. Bayangkan, kalau ayah kami yang dirawat di ruang VIP aja mendapatkan penanganan yang tidak profesional, bagaimana pula pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien2 di ruang kelas 1, 2 atau 3?

Nah, sekarang yang tidak punya rasa nasionalisme tuh siapa?

Masalah ini bukan masalah baru kog, hampir di semua surat kabar, tabloid atau majalah kita bisa membaca tindakan2 medis / perawatan / pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien tuh seperti apa.

Namun, bukan berarti juga semua dokter atau perawat atau instansi rumah sakit di Indonesia seperti itu. Masih ada lah yang memberikan perhatian dan perawatan secara manusiawi. And, I know some of them!

Ya, well, ini hanya sharing pengalaman aja sih, supaya orang juga jangan seenaknya menuduh seseorang tidak punya rasa nasionalisme karena berobat ke negara lain. Namanya juga pengen sembuh usaha apa aja pasti akan dilakukan. Gak peduli meskipun harus sampai berlayar ke negeri seberang,...dan walaupun kadang2 bukan kesembuhan juga yang didapat. At least udah mencoba :p.

No comments:

Christian graphics