:: see more gadget at the bottom of the page ::

Monday, November 17, 2008

I love you, pap...

Lagi, aku dan keluarga harus berduka :(

Semua persiapan yang udah aku buat untuk menyambut papi yang akan tinggal bersamaku setelah kepergian mami, jadi kerasa basi. Basinya lagi karena aku sama sekali 'ga cerita sama papi *
i just kept it in my heart*. Padahal, who knows kalo itu bisa membuat papi senang, hatinya terhibur, semangatnya bertambah, dan bisa membuat ia menjadi sembuh *instead of meninggal :(* Ga tau deh, ada apa sih dalam diriku yang membuat aku jadi menahan diri gitu? Membuat jarak, seolah aku membuat suatu benteng besar dalam diriku. Tapi, untuk apa?!

Yang sedang terbaring sakit itu, papiku...! Ayah yang selalu mengasihi aku, memanjakanku, memperhatikanku. Yang selalu memberikan apapun yang aku minta, sehingga kerap membuat saudaraku yang lain cemburu *
sorry*. Dia bukan orang yang tegas, sehingga seperti tarik ulur atas keinginanku melakukan sesuatu, tapi basically dia selalu support. Dia adalah ayah yang juga teman aku ngobrol. *Aku ingat, dulu aku ingin sekali bisa bahasa Prancis seperti dia, sehingga kami bisa ngomongin mami atau saudaraku yang lain tanpa mereka tahu. Hihihi...betapa menyenangkannya pikiranku saat itu*.

Papi hampir tidak pernah marah padaku.

Dia tidak marah ketika dulu, aku yang masih duduk di bangku kelas 5 SD mencoba belajar motor tanpa sepengetahuannya, dan dengan sukses menabrakkan motor yang akan dijual
*karena kami akan pindah dari Makassar (d/h Ujungpandang) ke Bandung mengikuti papi yang dipindah tugaskan* ke pintu samping rumah dan terus melaju sebelum akhirnya berhenti diantara pohon2 sarikaya dan pisang yang tumbuh disamping rumah. Hari itu aku tidur lebih awal karena ketakutan, dan terbangun oleh sentuhan sayang dan sapa'an lembutnya, "ngana nda apa2 ko'oki (panggilan sayang papi untukku)? Nda luka toh?!" OMG! Papi sama sekali ngga mikirin motornya, yang menurut pikiranku yang masih kecil bakal terjual murah atau mungkin tidak laku sama sekali karena rusak. Yang dipikirkan dan dikhawatirkannya hanya aku. AKU!

Dia juga tahu aku mengalami masa-masa sulit dengan mami dan mulai memberontak.
*Ketika aku melakukan itu papi sudah dipindah tugaskan lagi ke Bangkok sehingga kami harus berpisah untuk sementara waktu. Beberapa bulan sampai aku menyelesaikan SMA-ku di Manado.* Dan, ketika dia menjemput kami di Don Muang Airport, aku yang semula tidak berani menatapnya malah menemukan kelembutan dan kasih sayang terpancar dari bola matanya. Sama sekali tidak ada kemarahan dan tidak ada kekecewaan yang keluar dari mulutnya. Hanya segudang pengertian, berusaha memahami bahwa aku, gadis kecilnya, sudah mulai besar dan sedang mencari jati diri *pdhal aku jg ga tau apa itu jati diri. Sampe skrg kayaknya belum ketemu deh :)*.

Dia tidak marah ketika aku menabrakkan mobilnya pada waktu aku belajar nyetir mobil. Dia malah mengajakku ke biro jasa pembuatan surat2 di jln Naripan, Bandung *
skrg udah ga ada*. Membuatkan aku SIM A pdhal, nyetir aja aku baru berani pake gigi satu. "Gpp, bikin aja. Supaya kamu 'ga ditangkap polisi kalo lg nyetir dijalan," begitu alasannya.

Seharusnya minggu itu
*13 hr setelah mami meninggal* aku datang ke Bandung untuk menjemput papi tinggal bersamaku. Tapi, aku harus datang sehari lebih cepat, kamis 9/10, krn mendapat kbr papi dirawat di RS Immanuel, Bandung karena fesesnya berwarna hitam, which is indikasi pendarahan dalam. Rupanya, kesedihan papi karena ditinggal mami membuat papi kehilangan selera makan. Semua makanan jadi terasa hambar. "Lebih enak masakan mami," begitu selalu ucap papi setiap kali selesai memasukkan satu sendok makan ke dalam mulutnya, sebelum kemudian menolak untuk menghabiskan makanannya. Akibatnya perut (baca: maag) papi sakit, ditambah lagi obat jantung yang tidak boleh berhenti dikonsumsi papi agak keras dan seharusnya diminum sesudah makan. Begitu juga obat diabetesnya.

Sama seperti mami, papi juga meninggal tanpa ngerepotin anak-anaknya (khususnya dalam soal biaya. SEDIKITPUN! Mulai dari biaya Rumah Sakit sampai Pemakaman). Mereka selalu bilang tidak mau membebani anak-anak dan janji itu telah mereka penuhi. Hanya 3 hari papi dirawat di RS sebelum akhirnya ia menghembuskan nafas terakhirnya.

Minggu, 12 Oktober 2008
Jam 12.40 pm
Ruang VIP, LCB # 9, RS Immanuel, Bandung

Hari, waktu dan tempat yang 'ga akan pernah aku lupa. Yang hanya sekedar lewat daerah situ aja mampu membuat aku menitikkan airmata dan selalu menarik nafas panjang, berharap rasa nyeri dalam hatiku menguap.....entah kapan.

I love you, pap....I love you so much.

I know, God already prepared a bright and blessed place for you and mom in His heaven kingdom, for you have kept your faith till the end. And with Him shall we all ever stay. Till we meet again!


ps: oh, how i miss our wonderful times together.....

No comments:

Christian graphics