Rainer suka banget liat album foto keluarga. Kalo dia udah nyebut, "opa...opa..." *maksudnya opa Daniel, papi aku* sambil nunjuk2 album foto, itu berarti dia mau liat foto opanya :). Sedih juga karena 'sebenarnya' Rainer belum ngerti banget kan, secara umurnya masih 1 th 5 bln waktu opa Daniel meninggal :(.
Terakhir mami, papi nginep di rumah *Juli 2008* Rainer tuh lengket banget sama mereka. Padahal untuk orang yang jarang ketemu apalagi anak kecil biasanya kan suka malu2 gitu, jaga jarak untuk di observasi dulu dari jauh walopun itu keluarga mereka sendiri. Tapi, thanks God banget, Ryan & Rainer gak pernah nolak atau merasa canggung tiap kali dipeluk atau dicium oleh opa omanya, padahal intens pertemuan mereka bisa dihitung jari *ternyata anak kecil tuh misteri besar ya...Kita gak bisa bilang mereka gak ngerti karena kenyataannya mereka ngerti :)*.
Emang sih kasih sayang dari opa oma rasanya beda. Mereka lebih ngemong, sabar dan cenderung memanjakan cucunya. Mungkin itu sebabnya chemistry antara cucu dan opa omanya gak susah didapet :p.
Beruntung banget mereka yang masih punya opa oma, apalagi kalo bisa diajak bertukar pikiran dan berbagi pengalaman hidup. Hmmm...
Aku sendiri udah lama banget gak punya opa oma dari pihak papi. Opa Yan, biasa dipanggil opa Loa *kebiasaan orang2 di Manado mengubah/menyingkat nama orang supaya lebih mudah dipanggil atau diingat. Seperti misalnya William jadi Welem, Victor jadi Ito, Franky jadi Angky* udah meninggal waktu aku masih berumur 6 th. Gak banyak yang aku ingat dari opa Loa kecuali bahwa dia memang udah tua banget saat itu tapi masih kuat merokok dan minum kopi :p. Opa juga tinggi dan berkulit putih serta terlihat agak kebule2-an yang sayangnya gak nurun ke aku, hihihi...:p. Sedangkan oma Hellena *biasa dipanggil oma Ele* juga udah meninggal ketika aku kelas 6 SD. Mereka yang tinggal di Manado dan kami yang berpindah2 kota mengikut kerjaa'an papi membuat kami jadi gak bisa ketemu setiap saat.
Dari pihak mami, aku cuma ingat Oma Hanna. Soalnya opa udah meninggal lama ketika mamiku masih remaja.
Biasa deh, seperti kebanyakan oma dari Jawa, busana hari2 oma Hanna tuh kebaya dan kain dengan rambut yang disisir semuanya ke belakang dan dicepol sederhana. Padahal rambutnya mulai banyak yang rontok, tapi tetep aja dibiarin panjang. Mungkin oma lebih pede dengan model rambut cepol daripada model rambut pendek, lebih sesuai dengan gayanya berbusana kebaya kali ya. Aku perhatiin setiap helai rontokan rambut oma dikumpulin dan dimasukkin ke dalam sebuah plastik. Waktu aku tanya kenapa disimpan, katanya buat dijual, hahaha :D.
Oma Hanna memang lucu sekali. Dia punya sense of humor yang tinggi padahal aku tahu gak mudah bagi oma untuk menjadi janda dan menghidupi serta membesarkan kelima anaknya sendirian. Tapi, itulah oma. Selalu bercanda, tersenyum dan tertawa di tengah kerasnya hidup.
Suatu kali ketika sedang libur semester aku mengunjunginya untuk menginap beberapa hari. Ia mengajakku ke sebuah toko mas. Aku gak minta apa2 tapi ia memaksa membelikanku sebuah gelang kaki. Bener2 seorang perempuan berumur dengan hati seorang oma :).
Oma Hanna meninggal tahun 2000 dalam damai. Tidur seperti biasa dan keesokkan harinya gak bangun lagi. Oma ditemukan masih dalam posisi tidur miring dan sedang memeluk guling. Damai banget...
Banyak deh kenangan manis yang mereka tinggalkan. Bahkan walaupun itu dari opa Loa dan oma Ele yang hanya sebentar saja . Tapi, kepergian semuanya sama2 meninggalkan satu hal,.....kenangan manis.
What children need most are the essentials that grandparents provide in abundance. They give unconditional love, kindness, patience, humor, comfort, lessons in life. And, most importantly, cookies. ~Rudolph Giuliani
:: see more gadget at the bottom of the page ::
Tuesday, February 24, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment