I love you mom...
I thank you for took a very good care of me since i was little,
I thank you for always be there for me in a bad times or a good times,
I thank you for everything!
I miss you!
I'm sorry that I hurts you a lot!
If only she's still alive. I would say that out loud to her!
'Ga cuman omong doang, tapi aku juga akan memeluknya. Aku akan memperperhatikan dia dengan lebih baik lagi. 'Ga cuma sekedar telpon setiap minggu menanyakan kabarnya, tapi aku mau menjadi pendengar setia untuk setiap cerita-ceritanya, untuk keluh kesahnya, untuk kekawatiran-kekawatirannya, untuk harapan-harapannya. Apapun itu, aku mau memberikan telinga dan hatiku untuk mendengar.
'Ga menyela, mengkritik, menyalahkan, hanya mendengar.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Aku belum sempat mengucapkan itu semua ketika pagi tgl 26 Sept' 2008, aku mendapat kabar bahwa mami 'ga sadarkan diri dan kemudian sudah tidak tertolong lagi. Aku bahkan sudah 12 hari belum ngobrol lagi sama mami. 2 hari sebelum mami meninggal aku telpon, tapi mami 'ga ada. "Mami lagi kebaktian kaum Ibu," begitu kata papi yang menerima telponku malam itu.
Aku merasa menjadi anak yang jahat, yang tidak tau balas budi, yang begitu acuh kepada ibuku sendiri.
Mami orang yang baik (setiap temanku pasti akan berkata begitu dan kebingungan bila mendengar curhatku soal ketidak-akrabanku dengan mami), perhatian, sabar, selalu memberikan nasehat-nasehat yang baik, membekali aku dan saudara-saudaraku dengan pendidikan agama yang 'ga cuman dia sampaikan lewat teori doang, tapi juga lewat tindakan-tindakan dia.
Emang sih, mami cerewet...:). Tapi, bukankah hampir setiap ibu seperti itu? Dia juga agak konservatif - lama untuk beradaptasi dengan perubahan-. Dan...over protektif, terutama kepadaku yang anak perempuan satu-satunya.
Mungkin karena sifat dia yang over protektif itulah hubunganku dengan mami 'ga begitu baik lagi. Terutama setelah aku udah di kelas 2 bangku Sekolah Menengah Atas dan hampir merayakan "my sweet seventeen birthday".
Setelah aku berhasil dikomporin teman-teman untuk berpacaran, "masa SMA masa yang paling indah lho...gila aja lo kalo sampe lulus dari sini tanpa sempet ngerasa'in indahnya pacaran...", aku jadi lebih sering lagi ribut sama mami. Mendadak aku jadi punya stock alasan-alasan yang semuanya bohong, hanya supaya aku bisa bepergian dengan my backstreet boyfriend sampai malam (itupun juga sebenarnya ga lewat dari jam 10 pm sih...hehe, masih ngebela diri aja :p). Dan, aku tidak pernah lagi curhat sama mami soal apapun juga. Karena aku merasa kami berbeda dan mami tidak mau mengerti aku.
Mungkin bukan perbedaan itu sendiri yang jadi masalah, tapi lebih ke diriku yang selalu merasa benar, dan maunya semua keinginanku dituruti, atau apapun juga harus berjalan sesuai dengan kemauanku. Alhasil, setiap kali kami mencoba berbincang-bincang, semuanya tidak pernah berakhir manis. Dan, aku semakin menutup diri.
Hubungan ibu-anak dan komunikasi yang kusut ini terus berlanjut sampai aku kuliah, bekerja dan menikah. Barulah, setelah aku melahirkan anakku yang pertama, aku mulai sedikit lebih lunak. Mulai ngga terlalu ngotot mempertahankan pendapatku atau memaksakan mami untuk mengerti dan mengadopsi teori-teoriku yang dangkal, yang aku dapat dari pergaulan yang hanya bersifat senang-senang aja.
Kelihatannya mami cukup senang dengan komunikasi kami yang sudah lebih baik ini. Karena, ketika mami meninggal, tante dan saudara sepupuku cerita bahwa mami sangat terkesan denganku. Dan bahwa katanya aku penuh perhatian pada mami. Tsk!
Aku menyesal tidak berbuat yang terbaik untuknya. Aku menyesal karena rasa seganku aku tidak pernah mengucapkan kata sayang padanya. Aku menyesal karena egoku aku hanya sekali mengucapkan terimakasih kepadanya pada saat acara sungkeman ketika aku menikah dulu. Aku menyesal aku tidak berusaha mengerti dia. Aku menyesal aku tidak cukup mencoba untuk menjadi pendengar setia. Aku menyesal memperlihatkan bahwa aku lebih sayang papi daripada mami. Aku menyesal selalu menyalahkannya untuk apa yang terjadi dalam hidupku. Aku menyesal selalu membandingkannya dengan ibu-ibu yang lain yang lebih modern dan 'gaul', yang mengijinkan anaknya untuk berganti-ganti pasangan, yang tidak keberatan anaknya pulang malam, mengenakan pakaian sexy. Aku menyesal....., aku menyesal.....Ah!
I love you mom...
I thank you for took a very good care of me since i was little,
I thank you for always be there for me in a bad times or a good times,
I thank you for everything!
I miss you!
I'm sorry that I hurts you a lot!
If only she's still alive. I would say that out loud to her!
But from now on, I can only whisper that into my pray.
I thank you for took a very good care of me since i was little,
I thank you for always be there for me in a bad times or a good times,
I thank you for everything!
I miss you!
I'm sorry that I hurts you a lot!
If only she's still alive. I would say that out loud to her!
'Ga cuman omong doang, tapi aku juga akan memeluknya. Aku akan memperperhatikan dia dengan lebih baik lagi. 'Ga cuma sekedar telpon setiap minggu menanyakan kabarnya, tapi aku mau menjadi pendengar setia untuk setiap cerita-ceritanya, untuk keluh kesahnya, untuk kekawatiran-kekawatirannya, untuk harapan-harapannya. Apapun itu, aku mau memberikan telinga dan hatiku untuk mendengar.
'Ga menyela, mengkritik, menyalahkan, hanya mendengar.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Aku belum sempat mengucapkan itu semua ketika pagi tgl 26 Sept' 2008, aku mendapat kabar bahwa mami 'ga sadarkan diri dan kemudian sudah tidak tertolong lagi. Aku bahkan sudah 12 hari belum ngobrol lagi sama mami. 2 hari sebelum mami meninggal aku telpon, tapi mami 'ga ada. "Mami lagi kebaktian kaum Ibu," begitu kata papi yang menerima telponku malam itu.
Aku merasa menjadi anak yang jahat, yang tidak tau balas budi, yang begitu acuh kepada ibuku sendiri.
Mami orang yang baik (setiap temanku pasti akan berkata begitu dan kebingungan bila mendengar curhatku soal ketidak-akrabanku dengan mami), perhatian, sabar, selalu memberikan nasehat-nasehat yang baik, membekali aku dan saudara-saudaraku dengan pendidikan agama yang 'ga cuman dia sampaikan lewat teori doang, tapi juga lewat tindakan-tindakan dia.
Emang sih, mami cerewet...:). Tapi, bukankah hampir setiap ibu seperti itu? Dia juga agak konservatif - lama untuk beradaptasi dengan perubahan-. Dan...over protektif, terutama kepadaku yang anak perempuan satu-satunya.
Mungkin karena sifat dia yang over protektif itulah hubunganku dengan mami 'ga begitu baik lagi. Terutama setelah aku udah di kelas 2 bangku Sekolah Menengah Atas dan hampir merayakan "my sweet seventeen birthday".
Setelah aku berhasil dikomporin teman-teman untuk berpacaran, "masa SMA masa yang paling indah lho...gila aja lo kalo sampe lulus dari sini tanpa sempet ngerasa'in indahnya pacaran...", aku jadi lebih sering lagi ribut sama mami. Mendadak aku jadi punya stock alasan-alasan yang semuanya bohong, hanya supaya aku bisa bepergian dengan my backstreet boyfriend sampai malam (itupun juga sebenarnya ga lewat dari jam 10 pm sih...hehe, masih ngebela diri aja :p). Dan, aku tidak pernah lagi curhat sama mami soal apapun juga. Karena aku merasa kami berbeda dan mami tidak mau mengerti aku.
Mungkin bukan perbedaan itu sendiri yang jadi masalah, tapi lebih ke diriku yang selalu merasa benar, dan maunya semua keinginanku dituruti, atau apapun juga harus berjalan sesuai dengan kemauanku. Alhasil, setiap kali kami mencoba berbincang-bincang, semuanya tidak pernah berakhir manis. Dan, aku semakin menutup diri.
Hubungan ibu-anak dan komunikasi yang kusut ini terus berlanjut sampai aku kuliah, bekerja dan menikah. Barulah, setelah aku melahirkan anakku yang pertama, aku mulai sedikit lebih lunak. Mulai ngga terlalu ngotot mempertahankan pendapatku atau memaksakan mami untuk mengerti dan mengadopsi teori-teoriku yang dangkal, yang aku dapat dari pergaulan yang hanya bersifat senang-senang aja.
Kelihatannya mami cukup senang dengan komunikasi kami yang sudah lebih baik ini. Karena, ketika mami meninggal, tante dan saudara sepupuku cerita bahwa mami sangat terkesan denganku. Dan bahwa katanya aku penuh perhatian pada mami. Tsk!
Aku menyesal tidak berbuat yang terbaik untuknya. Aku menyesal karena rasa seganku aku tidak pernah mengucapkan kata sayang padanya. Aku menyesal karena egoku aku hanya sekali mengucapkan terimakasih kepadanya pada saat acara sungkeman ketika aku menikah dulu. Aku menyesal aku tidak berusaha mengerti dia. Aku menyesal aku tidak cukup mencoba untuk menjadi pendengar setia. Aku menyesal memperlihatkan bahwa aku lebih sayang papi daripada mami. Aku menyesal selalu menyalahkannya untuk apa yang terjadi dalam hidupku. Aku menyesal selalu membandingkannya dengan ibu-ibu yang lain yang lebih modern dan 'gaul', yang mengijinkan anaknya untuk berganti-ganti pasangan, yang tidak keberatan anaknya pulang malam, mengenakan pakaian sexy. Aku menyesal....., aku menyesal.....Ah!
I love you mom...
I thank you for took a very good care of me since i was little,
I thank you for always be there for me in a bad times or a good times,
I thank you for everything!
I miss you!
I'm sorry that I hurts you a lot!
If only she's still alive. I would say that out loud to her!
But from now on, I can only whisper that into my pray.
No comments:
Post a Comment